Topik: perangkat lunak bebas
Pengguna sistem operasi Windows, apalagi yang sering berselancar di internet mahfum sudah akan resiko terinfeksi dan tertular virus. Virus dapat ditularkan dan menyebar lewat surat elektronik (e-mail), atau melalui proses download satu konten dari internet. Setelah virus masuk ke dalam satu unit komputer segera ia akan menginstall dirinya di dalam komputer itu, bisa di sistem windows, di dalam program-program di harddisk, atau bahkan di memori komputer sehingga sangat sulit untuk dihapus.
Windows adalah produk Microsoft dan merupakan program proprietary (berbayar), harganya cukup mahal. Selain itu sistem operasi dan program-program yang dibuat dan disertakan tidaklah open, terbuka. Orang tak bisa sesukanya mengubah-ubah, melakukan modifikasi, meski secara teknis ia mampu. Jadi bila Anda adalah seorang ahli pemrograman dan Anda melihat satu kelemahan dari sistem atau program-program di Windows Anda harus menerimanya apa adanya. Anda bisa melaporkan dan mengajukan usulan-usulan perbaikan ke kantor pusat Microsoft di Amerika sana. Menunggu entah tiga atau enam bulan sebelum usulan Anda mendapat respon. Kemudian menunggu lagi hingga rilis berikutnya diterbitkan yang memuat perbaikan-perbaikan. Syukur-syukur usulan Anda disertakan dalam edisi perbaikan itu.
Program-program berbayar (proprietary) dan sistem operasinya mengikat setiap penguna dengan sejumlah perjanjian. Salah satunya menyatakan bahwa Anda hanya menginstall program itu di satu unit komputer milik Anda. Satu SN (serial number) atau kode produksi tercatat di kantor pusat mereka sebagai milik si A atau si B. Karena itu bila di ruangan Anda terdapat lima unit komputer maka Anda harus membeli lisensi pengguna sebanyak itu pula.
Problema dengan software berbayar kurang lebih sama, baik pada Windows, pada Macintosh OS X, atau yang lainnya. Yakni, di era pasar bebas dan penegakan HAKI Anda yang menggunakan sistem operasi bajakan harus bersiap-siap, Anda akan disweeping.
Datanglah Kebebasan
Kemudian komunitas awal dunia maya internet pada Ahad, 26 Agustus 2001 tepatnya pada jam 17:15 GMT memproklamirkan satu sistem operasi yang memiliki kekhasan yakni free atau bebas. Bebas di sini berarti setiap orang boleh saja melakukan modifikasi atas program-program yang ada, kemudian menggandakannya, memberikannya kepada teman-teman lain atau bahkan menjualnya dengan harga tak terlalu mahal. Yang pasti adalah, karena dilindungi oleh undang-undang di sana, karena menggunakan lisensi “bebas” itu, maka si pemodif dan penjual itu harus juga meletakkan lisensi bebas pada produk yang ia jual. Berarti, program itu tetap dapat digandakan lagi, dimodifikasi lagi, dibagi-bagikan lagi, dan sebagainya. Dan itu sah, legal. Justru itulah semangatnya.
Sistem operasi ini dikenal luas dengan nama Linux. Nama sesungguhnya adalah GNU/Linux. GNU adalah satu organisasi yang mendaftarkan lisensi bebas itu dan melahirkan sistem operasi yang mendasarkan konfigurasinya seperti Unix. GNU adalah singkatan dari Gnu is Not Unix. Satu pernyataan terbuka, penyangkalan bahwa dirinya tidaklah sama dengan Unix. Sedang Linux adalah satu kernell, file utama dalam sebuah sistem operasi buatan Linus Torvald yang ia persembahkan untuk dipakai oleh siapa saja.
Sayangnya Torvald malah bekerja untuk proprietary, perusahaan software berbayar. Dan karena kernell itu tidak dikhususkan untuk organisasi GNU, dan Torvald sendiri bukanlah anggota dari FSF (free opensource software) kernell itu tidak bisa diklaim sebagai properti dari GNU. Jadi meski kernell linux sejak pertama dibuat oleh Linus Torvald sudah mengalami berkali-kali penyempurnaan, namun komunitas opensource tetap melekatkan namanya dengan GNU.
Dan Linux lebih enak diucapkan, daripada Gnu. Atau apalagi bila harus menyebutnya huruf per huruf menjadi jie en yu. Sudahlah, pokoknya orang-orang sudah tau. Bila disebutkan Linux maka itu adalah sistem operasi bebas produksi GNU. Sedang bila disebutkan Gnu maka akan mengacu pada satu organisasi yang melahirkan sistem operasi dan banyak program (dan distro-distro) yang free dan opensource.Perlu pengorbanan
Kepada pemegang dan pemutus kebijakan tingkat nasional diharapkan kepeduliannya. Dan memang seperti disampaikan pengembang Lontara, bagi pemerintah pusat tak ada lagi alasan untuk tidak memulai mengembangkan satu sistem operasi “bebas” yang khas Indonesia. Bahasa yang digunakan dalam percakapan antara komputer dengan pengguna sudah sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini akan memudahkan anak-anak didik di tingkat sekolah dasar dan menengah yang belum lancar bahasa Inggris. Penggunaan bahasa Indonesia akan mempercepat pemahaman anak didik dalam belajar komputer. Ini satu motivasi yang bagus.
Kesulitan penerapan dan penggunaan sistem operasi ini di badan-badan pemerintahan biasanya dihadapkan pada jawaban klise yang mengatakan, "belum ada program-program khusus untuk digunakan antar instansi, terutama untuk mengisi format laporan keuangan dan perpajakan. Padahal program semacam itu, bila melihat sumber daya yang ada sama sekali bukan masalah. Mahasiswa jurusan TI di Univ. Gunadarma sudah bisa membuat program serupa agar berjalan di Linux. Apalagi bila mereka digabungkan dengan UI, atau UGM, ITB dan diniatkan khusus untuk lepas dari program-program proprietary yang mencekik.
Ada sedikit program dari proprietary yang memang belum ada pogram tandingannya di Linux. Namun bila kontribusi kita sangat sedikit kepada si pengembang software bagaimana ia bisa bertahan dan terus mencipta program-program baru yang handal. Hal itu kait mengkait. Diharapkan kebijakan Pusat untuk dengan kekuasaannya menghidupkan kebanggaan produksi dalam negeri. Bukankah bila sistem operasi ini untung, bangsa untung?
Tentu ada sejumlah pengorbanan yang dituntut untuk itu. Kepada pengguna selain dari instansi pemerintah dan pengguna rumahan diharapkan menginstall sistem operasi “bebas” bersama-sama dalam satu unit komputer dengan yang proprietary. Karena mungkin bagi mereka sudah terlampau sulit untuk beralih kepada sistem lain, apalagi bahasa yang digunakan berbeda dan malah menyulitkan dan bikin kagok, tidak nyaman. Tapi untuk anak-anak mereka di rumah, atau bagi pengguna pemula akan lebih mudah menggunakan bahasa yang telah mereka akrabi.
Departemen Sosial memiliki motivasi untuk lebih mengenalkan opensorce. Proprietary seperti Windows dan Macintosh bagaimanapun adalah produk asing yang mahal dan yang membuat Indonesia bergantung pada produk luar negeri. Akankah Indonesia terus bergantung pada software bajakan? Ataukah kita rela secara legal membeli software yang mahal dan tertutup? Software yang satu serial numbernya hanya boleh digunakan untuk satu unit komputer?
Departemen Sosial RI sudah tau jawabannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar